Selasa, 17 September 2019

Ibu Kota Pindah, Bagaimana Nasib Jakarta?



Kompas.com - 28/08/2019, 18:23 WIB 

Ilustrasi Jakarta
 Ilustrasi Jakarta Ilustrasi Jakarta(Thinkstock)

                                                                                                                                                  JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah mengungkapkan lokasi ibu kota baru yakni di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Rencana pemindahan ini direspons beragam baik dari kalangan politisi maupun pesohor. Lalu bagaimana respons masyarakat? 

Respons Warga Jakarta 
  
Lembaga Survei Kedai Kopi melakukan survei untuk mengetahui respons masyarakat. 

Survei tersebut dilakukan pada tanggal 14-21 Agustus 2019 di 34 provinsi di Indonesia. Kegiatan ini melibatkan 1.200 responden yang diwawancarai secara tatap muka dengan metode pencuplikan multi stage random sampling, dengan margin of error survei +/- 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Survei ini didanai secara swadaya oleh Kedai Kopi. Baca juga: Ibu Kota Baru, Kepala Bappenas Sebut ASN Akan Tinggal di Apartemen Hasilnya, sebanyak 39,8 persen responden tidak setuju dengan pemindahan ibu kota. Sedangkan sebanyak 24,6 persen responden memilih untuk tidak beropini. 

Khusus untuk responden yang berasal dari DKI Jakarta, Kedai Kopi menyatakan, sebanyak 95,7 persen mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap pemindahan ibu kota. 

Adapun sebanyak 48,1 persen responden yang berasal dari Pulau Kalimantan menyatakan setuju dengan rencana tersebut. Senada dengan Kalimantan, sebanyak 68,1 persen responden asal Sulawesi menyetujui pemindahan ibu kota. 

Direktur Ekseutif Kedai Kopi, Kunto Wibowo mengatakan, responden yang tidak setuju dengan pemindahan ibu kota berasal dari Jakarta. Dia mengungkapkan, penduduk DKI Jakarta memang merasakan dampak dari rencana pemindahan ibu kota. "Tidak mengherankan jika mereka paling banyak yang tidak setuju," ujar Kunto dalam keterangan tertulis, Selasa (27/8/2019). 

Menurutnya, reaksi negatif masyarakat Jakarta disebabkan karena belum adanya kejelasan tentang nasib DKI Jakarta setelah statusnya sebagai ibu kota berubah. Namun, saat pengumuman lokasi ibu kota baru pada Senin (26/7/2019), Presiden Joko Widodo menyatakan, jika Jakarta akan menjadi kota bisnis, keuangan, pusat perdagangan, serta pusat jasa berskala regional serta global. 

Pada kesempatan itu, Jokowi juga mengungkapkan, sudah ada anggaran sebesar Rp 571 triliun untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan program urban regeneration.

 Sekelompok pegiat kebaya, menggelar kampanye gerakan #SelasaBerkebaya di sekitaran Tugu Monas, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019). Kampanye #SelasaBerkebaya ini digagas untuk membiasakan perempuan mengenakan kebaya.
Sekelompok pegiat kebaya, menggelar kampanye gerakan #SelasaBerkebaya di sekitaran Tugu Monas, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019). 

Bukan Lagi Daerah Khusus 

Adapun status sebagai Daerah Khusus Ibukota akan dicabut setelah ibu kota resmi dipindah ke Kalimantan Timur. Plt Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan, kendati statusnya dicabut, namun Jakarta tetap berpeluang menjadi daerah otonomi khusus. 

Menurutnya, pemberian status daerah otonomi khusus kepada Jakarta akan diatur dalam undang-undang yang dibuat oleh DPR dan Pemerintah. "Khusus tidak khusus kan terserah bapak Presiden. Karena kan kenapa diberi khusus, karena keputusan bapak Presiden bersama DPR RI," ujar Akmal. 

Skema Tukar Guling di Jakarta

Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan rencana untuk aset pemerintah yang ada di Jakarta. Beberapa aset tersebut meliputi gedung pemerintahan yang berada di pusat Jakarta, seperti di kawasan Medan Merdeka, Thamrin, Sudirman, Kuningan, dan SCBD. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pihaknya akan mengupayakan agar kerja sama pengelolaan aset di Jakarta bisa dipakai untuk membangun ibu kota baru.

Untuk aset pemerintah yang berada di Jakarta, pemerintah mengungkapkan empat skema tukar guling aset di Jakarta untuk tambahan biaya membangun ibu kota baru di Kalimantan. 

Skema tukar guling yang ditawarkan antara lain dengan menyewakan gedung perkantoran kepada pihak kedua dengan tarif sesuai kontrak yang ada. 

Kemudian dengan kerja sama pembentukan perusahaan atau joint venture. Lalu ketiga, dengan menjual langsung gedung kantor yang dimiliki ke pengembang. 

Terakhir, sewa gedung dengan syarat pengembang mau berkontribusi dalam pembangunan ibu kota baru. Bambang menyebutkan, hasil tukar guling ini diharapkan bisa menambal kebutuhan pembangunan ibu kota baru yang bersumber dari APBN. 

 Ilustrasi kemacetan.
Ilustrasi kemacetan. Ilustrasi kemacetan.(Arimbi Ramadhiani)


 Kemacetan Berkurang

Kemudian, pemindahan ibu kota, apakah akan mengurangi kemacetan? Pemindahan ibu kota ini menuai komentar dari berbagai pihak. Menurut Mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan bisa mengurangi permasalahan di Jakarta.

Menurutnya, Jakarta dapat semakin longgar baik dari segi kemacetan maupun kepadatan penduduk. Namun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pemindahan ibu kota dinilai tidak akan mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta.

Anies Sebut Kemacetan Tak Akan Berkurang di Jakarta Anies mengungkapkan, kemacetan yang terjadi di Jakarta lantaran sebagian besar kendaraan di Jakarta berasal dari kendaraan pribadi warga DKI.

Ia menambahkan, kemacetan yang terjadi hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kendaraan pegawai pemerintahan. "Bisnis tetap di jakarta, keluarga tetap di Jakarta pemerintah itu kontribusi kemacetannya itu sangat kecil sekali," ucap Anies Selasa (27/8/2019). 

Untuk itu, meski pusat pemerintah berpindah ke Kalimantan, maka Pemprov DKI berjanji akan memperbaiki dan memperbanyak transportasi umum. Di lain kesempatan, 

Anies mengungkapkan jumlah kendaraan pribadi di Jakarta sekitar 17 juta, sedangkan kendaraan kedinasan sekitar 141.000. "Kalau pun pemerintah pindah, tidak kemudian mengurai masalah kemacetan, kemudian dihitung PNS menggunakan kendaraan pribadi, maka dalam hitungan kita pegawai pemerintah itu sampai 8 persen sampai 9 persen," kata Anies Senin (29/4/2019).



 
Editor by Sitka Masaputri


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ibu Kota Pindah, Bagaimana Nasib Jakarta?", https://www.kompas.com/tren/read/2019/08/28/182333365/ibu-kota-pindah-bagaimana-nasib-jakarta?page=all.

32 komentar:

  1. Jakarta akan tetap menjadi daerah otonomis

    BalasHapus
  2. Jakarta tanpa ibu kota di awalnya hanyalah tinggal kenangan. RIP JAKARTA

    BalasHapus
  3. Jakarta bisa sedikit kekurangan beban.

    BalasHapus
  4. Tidak ada macet lagi di jakarta

    BalasHapus
  5. Pindah lebih baik sebelum jakarta semakin buruk. Emg iyasi tidak mengurangi kemacetan tapi apakah kemacetan adalah faktor utama, faktor paling penting yg menjadi alasan ibukota pindah? No, masalah sampah, air bersih, kesejahteraan masyarakat dki juga diperhitungkan. Nah, dgn pindahnya ibukota maka akan sedikit mengurangi beban/masalah di ibukota. Hidup kalimantan!

    BalasHapus
  6. Dengan berpindahnya ibukota,jakarta tidak terlalu padat penduduknya,masalah ekonomi bisa teratasi dan semoga negara indonesia menjadi negara maju

    BalasHapus
  7. Semoga kedepannya indonesia melakukan perubahan luar biasa ke arah yang positif

    BalasHapus